Sabtu, 19 Desember 2015

Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah "Terang Dunia" Hakiki yang Mengubah "Kegelapan Pekat Kejahiliyahan" Menjadi "Terang Benderang" Dengan "Nur Ilahi"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Semua berkat berasal dari Muhammad Saw.Diberkatilah Dia yang mengajar dan ia yang telah diberi pelajaran”.

NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

“Hadhrat Muhammad, Junjungan dan Penghulu kami, Semoga Allah memberi salawat dan berkat atas dirinya”

“Setelah Allah, maka aku ini mabuk dengan kecintaan terhadap Muhammad. Kalau ini disebut kekafiran, maka demi Allah aku adalah kafir yang akbar

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)

  Nabi Besar Muhammad  Saw. Adalah    “Terang Dunia”  Hakiki yang Mengubah  Kegelapan pekat Kejahiliyahan  Menjadi  Terang Benderang Dengan Nur Ilahi


Bab 38


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai peragaan akhlak  mulia Nabi Besar Muhammad saw. yang sempurna dalam dua periode keadaan yang berbeda, yang tidak dapat ditandingi oleh para rasul Allah lainnya.

Dua Periode Keadaan Nabi Besar Muhammad Saw.

      Sehubungan dengan hal tersebut dalam uraian yang lebih ringkas Masih Mau’ud a.s. bersabda:  
   “Allah Yang Maha Agung telah membagi kehidupan Nabi kita Hadhrat Rasulullah Saw. dalam dua bagian, yaitu bagian pertama yang merupakan periode kegetiran, kesulitan dan penderitaan, sedangkan bagian berikutnya adalah ketika tiba masa kemenangan.
    Selama masa penderitaan akan muncul sifat-sifat akhlak beliau yang sesuai dengan masa tersebut, sedangkan pada waktu tiba masa kejayaan dan kekuasaan, maka muncul akhlak mulia beliau yang tidak akan jelas nyata jika tidak dilambari latar belakang kedigjayaan. Dengan demikian kedua bentuk sifat akhlak mulia beliau menjadi nyata karena melalui kedua periode masa seperti itu.
    Dengan membaca sejarah tentang masa kesulitan beliau di Mekkah yang berlangsung selama 13 tahun, kita bisa melihat secara nyata bagaimana beliau memperlihatkan akhlak seorang muttaqi yang sempurna di dalam masa kesulitan, yaitu meletakkan kepercayaan sepenuhnya kepada Allah Swt.  tanpa mengeluh sama sekali, tidak mengendurkan pelaksanaan tugas beliau,  sehingga para orang kafir pun menjadi beriman karena menyaksikan keteguhan hati yang demikian rupa,  dan mereka menyadari bahwa jika seseorang tidak memiliki keimanan yang demikian kuat, mustahil yang bersangkutan akan dapat menanggung penderitaan tersebut dengan keteguhan hati.
    Ketika tiba masa kemenangan, kekuasaan dan kemakmuran, lalu muncul sifat akhlak mulia Hadhrat Rasulullah Saw. yang lain yang berbentuk pengampunan, kemurahan hati dan keberanian,  yang diperlihatkan sedemikian sempurna, sehingga sejumlah besar orang kafir lalu beriman kepada beliau.
     Beliau memaafkan mereka yang telah menganiaya beliau dan memberikan keamanan kepada mereka yang telah mengusir beliau dari Mekkah serta menolong mereka yang membutuhkan bantuan.   Justru setelah menggenggam tampuk kekuasaan di atas para musuh, beliau malah mengampuni mereka.
    Banyak orang yang menyaksikan akhlak mulia beliau menyatakan bahwa hanya orang yang muttaqi dan datang sebagai utusan (rasul) Tuhan saja yang mungkin bisa memiliki akhlak demikian. Itulah sebabnya sisa-sisa rasa permusuhan para lawan beliau langsung menghilang. Akhlak mulia beliau juga dinyatakan oleh Kitab Suci Al- Quran dalam ayat:
قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku  dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam  (Al-An’ām [6]:163).
       Berarti seluruh hidup beliau telah diikrarkan bagi manifestasi  (perwujudan) keagungan Tuhan serta memberikan kenyamanan kepada para makhluk-Nya agar melalui kewafatan beliau mereka semua itu akan memperoleh kehidupan.” (Islami Usul ki Philosophy, Ruhani Khazain, jld. X, hlm.  447-448, London, 1984).
        Dengan demikian  firman Allah Swt.  mengenai “suri teladan  terbaik” Nabi Besar Muhammad saw. benar adanya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat suri teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb  [33]:22).

Mengubah Kegelapan Pekat  Kejahiliyahan Kawasan Arabia Menjadi “Terang Benderang” Nur Ilahi

      Dalam Al-Quran Allah Swt. telah menyebut Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “matahari  yang bercahaya cemerlang” (QS.33:46-47), bahkan digambarkan sebagai “Nur di atas nur” (QS.24:36),  sehingga sebagaimana halnya terbitnya matahari menyingkirkan  kegelapan malam demikian pula halnya dengan   pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  telah mengusir  kegelapan malam keruhanian (QS.30:42-44; QS.97:1-6).  Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:  
  “Yang tertinggi dari segala kehormatan adalah kehormatan  Hadhrat Rasululah Saw. yang telah mempengaruhi keseluruhan dunia Islam. Kehormatan beliau telah menghidupkan kembali dunia ini. Di tanah Arab pada masa beliau, perzinahan, permabukan dan perkelahian menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Hak azasi manusia sama sekali terabaikan. Tidak ada rasa welas asih sama sekali terhadap sesama umat manusia.
     Bahkan hak  Allah Swt.  juga telah diingkari orang sama sekali. Bebatuan, pepohonan dan bintang-bintang diimbuhi dengan sifat-sifat Samawi. Berbagai bentuk syirik berkembang luas di masyarakat. Tidak hanya wujud manusia, bahkan alat kelaminnya (genitalia) pun juga disembah.
    Seseorang yang berfikiran waras jika melihat keadaan demikian walaupun hanya sesaat, ia akan menyimpulkan adanya kegelapan, kefasikan dan penindasan sedang merajalela. Kelumpuhan biasanya menyerang satu sisi, tetapi ini adalah kelumpuhan yang menghantam kedua sisi (jiwa dan raga). Seluruh dunia terkesan sudah membusuk. Tidak ada kedamaian sama sekali baik di muka bumi atau pun di lautan.
     Hadhrat Rasulullah Saw. muncul dalam abad kegelapan dan kehancuran demikian dan beliau kemudian memperbaiki secara sempurna kedua sisi perimbangan serta menegakkan kembali hak-hak Tuhan serta hak-hak manusia di posisinya yang tepat.
    Kekuatan moril  Hadhrat Rasulullah Saw. dengan demikian bisa diukur dengan melihat kondisi masa tersebut. Penganiayaan yang ditimpakan kepada beliau dan para pengikut beliau serta perlakuan beliau terhadap para musuh ketika beliau telah memperoleh kemenangan atas mereka telah menunjukkan betapa luhurnya derajat beliau.
     Tidak ada jenis siksaan lain yang belum pernah ditimpakan oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya terhadap Nabi Suci Saw. dan para sahabat beliau. Wanita-wanita Muslim disiksa dengan cara mengikat kaki mereka masing-masing kepada dua unta yang dihalau ke arah berlawanan sehingga tubuh mereka terbelah dua, padahal kesalahan mereka hanya karena beriman kepada Ke-Esaan Tuhan dan menyatakan: “Tuhan kami Allah”.
      Beliau memikul semua penderitaan dengan keteguhan hati, tetapi pada waktu Mekkah ditaklukkan, beliau malah mengampuni para musuh tersebut dan menenteramkan mereka dengan ucapan: Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.’ Semua itu merupakan kesempurnaan akhlak mulia beliau yang tidak ditemukan pada Nabi lainnya. Ya Allah turunkanlah salam dan rahmat Engkau  atas beliau dan umat beliau.” (Malfuzat,  jld. II, hlm.  79-80).

Kemenangan   Nabi Besar Muhammad Saw.  

     Salah satu bentuk keberhasilan luarbiasa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. adalah mengubah suatu kaum jahiliyah yang keadaannya  pecah-belah  bagaikan tulang-belulang berserakan menjadi bagaikan satu tubuh  yang utuh dan hidup berupa  persaudaraan Muslim (QS.3:103-105; QS.49:11). Masih Mau’ud a.s. bersabda:
    “Komunitas pengikut Hadhrat Rasulullah Saw. telah mengembangkan persatuan dan kesatuan keruhanian dimana melalui semangat persaudaraan Islam, mereka semua seolah-olah menjadi anggota dari satu tubuhNur sinar kenabian mewarnai kehidupan mereka sehari-hari serta perilaku yang nyata atau pun tersembunyi, sehingga mereka itu telah menjadi cerminan dari diri beliau.
    Adalah suatu mukjizat akbar dalam perubahan internal kalbu manusia dimana yang tadinya penyembah berhala kemudian berubah menjadi penyembah Tuhan yang tulus, sedangkan mereka yang tadinya tenggelam dalam keduniawian kemudian menciptakan hubungan yang sangat  dekat dengan Tuhan-nya dimana mereka mengalirkan darah mereka seperti air di jalan Allah Swt.. Semua itu karena mereka menjalani kehidupan mereka secara tulus bersama-sama dengan seorang Nabi yang sempurna dan benar.” (Fateh Islam, Qadian, Riyaz Hind Press, 1308 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. III, hlm. 21-22, London, 1984).
       Kemudian Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi mengenai pengaruh suri teladan yang beliau saw.  amalkan terhadap  para pengikutnya:
   “Kehidupan Hadhrat Rasulullah Saw. merupakan kehidupan yang amat berhasil. Baik sifat akhlak mulia beliau, kekuatan keruhanian, keteguhan hati, kesempurnaan ajaran yang beliau bawa, contoh ibadah serta pengabulan doa beliau, singkat kata, dalam keseluruhan aspek kehidupannya beliau telah memperlihatkan tanda-tanda yang demikian cemerlang, sehingga seorang yang bodoh sekalipun selama ia tidak mengidap rasa permusuhan atau dendam, akan terpaksa mengakui bahwa beliau adalah suri teladan yang sempurna dari Sifat-sifat Ilahi dan bahwa beliau adalah manusia yang sempurna.” (Al-Hakam, 10 April 1902, hlm. 5).

Revolusi Ruhani Terbesar Berkat  Doa Nabi Besar Muhammad Saw.

     Nabi Besar Muhammad saw. adalah satu-satunya Rasul Allah yang benar-benar sukses melakukan revolusi ruhani di kalangan umat manusia, sehubungan  hal itu  Masih Mau’ud a.s. bersabda:
    “Apakah kalian mempunyai bayangan tentang kejadian aneh (ajaib) yang berlangsung di tanah berpadang pasir Arabia,  dimana ratusan ribu orang yang sudah mati dihidupkan kembali dalam jangka waktu singkat,  dan mereka yang salah jalan selama beberapa generasi telah memperoleh warna Ilahi, sedangkan mereka yang buta memperoleh penglihatan dan mereka yang bisu mulai berbicara tentang pemahaman Ilahiah, dan dunia yang mengalami suatu revolusi yang tidak pernah didengar sebelumnya?
    Adalah doa seorang yang larut dalam kecintaan kepada Allah Swt.  pada malam-malam yang gelap, yang telah menimbulkan kegemparan di dunia dan memunculkan keajaiban-keajaiban yang mestinya tidak mungkin datang dari seorang tidak terpelajar dan tidak berdaya demikian.
    Ya Allah, turunkanlah berkat dan salam Engkau atas diri beliau dan para pengikut beliau setara dengan kerisauan beliau terhadap umatnya serta curahkanlah Nur Rahmat Engkau atas beliau selama-lamanya.” (Barakatud Dua, Qadian, Riyaz Hind Press, 1310 H; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain,  jld. VI, hlm. 10-11, London, 1984).
        Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi mengenai betapa lemahnya  sarana yang dimiliki umat Islam pada waktu perang Badar:
    “Apa pun yang terjadi di awal sejarah Islam adalah hasil dari doa yang dipanjatkan Hadhrat Rasulullah Saw. yang disampaikan kepada Allah Swt. dengan cucuran air mata di jalan-jalan kota Mekkah. Semua bentuk kemenangan akbar yang telah mengubah seluruh aspek kehidupan dunia adalah hasil dari doa beliau tersebut. Betapa lemahnya kondisi keadaan para sahabat beliau bisa dilihat dari kenyataan bahwa pada saat perang Badar, di antara mereka itu hanya ada 3 buah pedang terbuat dari kayu.” (Al-Hakam, 17 September 1906, hlm. 4).
Beliau bersabda lagi:
    “Pembaharuan yang dibawa oleh Penghulu dan Junjungan kita Hadhrat Rasulullah Saw. bersifat merata dan menyeluruh serta diakui oleh semua pihak. Tingkat pembaharuan seperti itu belum pernah berhasil dicapai oleh para nabi  sebelum beliau.
   Kalau kita mempelajari sejarah tanah Arab, kita akan menyadari betapa fanatiknya para penyembah berhala, umat Yahudi dan umat Kristen pada masa itu, karena sampai saat itu mereka telah berputus asa atas pembaharuan diri mereka selama berabad-abad.
   Lalu muncul ajaran Kitab Suci Al-Quran yang sama sekali bertentangan dengan akidah mereka, dan yang telah menyapu bersih segala akidah palsu serta segala bentuk kejahatan. Meminum minuman keras dilarang, perjudian tidak boleh lagi dilakukan, pembunuhan anak-anak tidak lagi diperkenankan dan segala hal yang bertentangan dengan perikemanusiaan, keadilan dan kesalehan selanjutnya ditekan.
        Mereka yang melanggar kemudian dihukum setimpal menurut kesalahannya. Dengan demikian tidak ada seorang pun yang bisa menyangkal keagungan  pembaharuan yang dibawa beliau.” (Noorul Quran, no. 1, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. IX, hlm. 366, London, 1984).

Pengabdian Kepada  Nabi Besar Muhamad Saw.  Terhadap Hujatan dan Fitnah Para Penentang Beliau saw.

       Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai para penghujat kesucian Nabi Besar Muhammad saw. dan kesempurnaan agama Islam dengan   berbagai fitnah keji yang mereka lontarkan:
     “Dalam pandangan kami,  tidak ada kesaksian yang lebih tinggi daripada kesaksian Hadhrat Rasulullah Saw.. Hatiku gemetar ketika aku mendengar ada orang yang ketika dikemukakan fatwa Hadhrat Rasulullah ia tidak mau menerimanya dan bahkan berpaling darinya.” (Itmamul Hujjah, Gulzar Muhammadi Press, Lahore, 1311 H, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. VIII, hlm. 293, London, 1984).
        Kemudian Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi mengenai kesiap-sediaan umat Islam untuk mengorbankan jiwa sekali pun demi membela kehormatan dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. dari bebagai fitnah pihak lawan:
      “Umat Muslim adalah kelompok manusia yang siap menyerahkan jiwanya untuk menjunjung tinggi kehormatan Nabi Suci mereka. Mereka lebih memilih mati daripada harus menanggung malu hanya karena pertimbangan mereka harus berdamai dan bersahabat dengan sekelompok manusia yang siang malam disibukkan dengan kegiatan menghujat Hadhrat Rasulullah Saw..
       Mereka ini selalu menyebut nama beliau dengan sebutan nista dalam buku-buku, harian dan pengumuman mereka serta menggunakan bahasa yang kotor jika membicarakan beliau. Orang-orang seperti itu tidak mempunyai itikad baik, bahkan terhadap bangsanya sendiri, karena mereka selalu menciptakan berbagai kesulitan bagi bangsanya.
     Aku mengatakan sesungguhnya bahwa masih mungkin bagi kami untuk berdamai dengan ular atau binatang liar di hutan, namun mustahil bagi kami untuk disuruh berdamai dengan orang-orang yang tidak menahan diri dari memburuk-burukkan Rasul Allah dan yang menganggap caci-maki dan memburuk-burukkan orang lain sebagai suatu bentuk kemenangan. Kemenangan haqiqi hanya datang dari langit.” (artikel dilekatkan pada Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm. 385-386, London, 1984).

Kesedihan Rasul Akhir Zaman

     Di dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman mengenai kesedihan yang dialami Rasul  Allah yang kedatangannya dijanjikan di Akhir Zaman  karena menyaksikan keadaan umat Islam yang telah memperlakukan Al-Quran sebagai  sesuatu yang telah ditinggalkan, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. (Al-Furqān [25]:32).
   Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran di Akhir Zaman ini sedemikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim.
      Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.    yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.
Melihat kenyataan yang sangat menyedihkan itulah Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Pelecehan yang dialamatkan kepada agama Islam dan Hadhrat Rasulullah Saw., serangan terhadap syariah Ilahi, kemurtadan dan bid’ah yang telah menyebar luas sekarang ini tidak ada padanannya di masa lalu. Dalam jangka waktu singkat di India ini saja ada 100.000  orang yang berpindah agama menjadi Kristen dan lebih dari  6  juta buku yang diterbitkan untuk menyerang Islam.
      Mereka yang berasal dari keluarga-keluarga mulia telah kehilangan agama mereka, sedangkan mereka yang biasa menyebut dirinya sebagai keturunan Nabi Suci Saw. telah mengenakan jubah Kristiani dan sekarang malah memusuhi beliau.
     Hatiku menangis pilu karena misalnya pun orang-orang ini membunuh anak-anakku di hadapan mataku, menjagal sahabat-sahabatku serta membunuh diriku dengan cara yang paling hina sekalipun dan merampas seluruh harta bendaku, aku tidak akan lebih sakit dan hatiku tidak akan lebih pedih daripada harus mendengar caci-maki yang dilontarkan terhadap Hadhrat Rasulullah.” (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld.V, hlm. 51-52, London, 1984).
    Perlu diketahui bahwa selain benua Afrika, sasaran gerakan Kristenisasi yang dilancarkan oleh para missionaris Kristen  adalah  Hindustan, yang ketika itu menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Inggris  yang berhasil mengalahkan kekuasaan bangsa Sikh   di  benua alit tersebut.
     Tetapi kesuksesn gerakan Kristeniasi di sana segera terhenti dengan  pengutusan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s. dan juga Al-Masih Mau’ud a.s.,  sehingga serangan-serangan fitnah  -- baik melalui lisan mau pun tulisan –   terus menerus menimpa umat Islam  yang tak berdaya terhadap  dan kesucian Nabi Besar Muhammad saw. telah berubah arah   akibat pembelaan tak terbantahkan  yang dilakukan oleh Masih Mau’ud a.s..

(Bersambung)

Rujukan:
The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 14 Desember  2015

Jumat, 18 Desember 2015

Nabi Besar Muhammad Saw. Mengalami Lima Kali Bahaya Maut & Kesempurnaan Akhlak dan Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw. Dalam "Kondisi Sempit" Maupun "Kondisi Lapang"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Semua berkat berasal dari Muhammad Saw.Diberkatilah Dia yang mengajar dan ia yang telah diberi pelajaran”.

NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

“Hadhrat Muhammad, Junjungan dan Penghulu kami, Semoga Allah memberi salawat dan berkat atas dirinya”

“Setelah Allah, maka aku ini mabuk dengan kecintaan terhadap
Muhammad. Kalau ini disebut kekafiran, maka demi Allah aku adalah kafir yang akbar

 (Al-Masih-al-Mau’ud a.s.)

  Nabi Besar Muhammad  Saw. Mengalami  Lima Kali Bahaya Maut  & Kesempurnaan Akhlak dan Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw.  Dalam “Kondisi Sempit” Mau pun “Kondisi  Lapang

Bab 37


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  sabda Masih Mau’ud a.s. mengenai keteguhan Nabi Besar Muhammad saw. menghadapi resiko berbahaya  dalam mengemukakan  haq (kebenaran) yakni ajaran Islam (Al-Quran), selanjutnya beliau bersabda:
      “Hadhrat Rasulullah Saw. selalu bersikap lugas dan selalu siap menyerahkan nyawa beliau bagi Tuhan-nya. Beliau tidak ada bertumpu kepada harapan atau pun ketakutan kepada manusia dan hanya mengimani Allah semata. Karena mengabdi sepenuhnya kepada keinginan dan petunjuk Ilahi, beliau tidak gentar menghadapi bencana apa pun yang dihadapi serta kesulitan yang ditimbulkan oleh kaum kafir dalam menyampaikan Ketauhidan Ilahi.
     Beliau memikul semua kesulitan dan melaksanakan perintah Tuhan-nya serta memenuhi semua persyaratan dan cegahan yang ditetapkan dalam ajaran beliau. Beliau tidak menghiraukan ancaman yang dilontarkan manusia.  Sesungguhnya, dari semua nabi, tidak ada seorang pun yang demikian yakinnya kepada Tuhan-nya dalam setiap ancaman bencana ketika sedang mengajar umat dalam menghapuskan paganisme dan penyembahan makhluk. Begitu juga tidak ada yang demikian teguh hatinya seperti beliau.” (Brahin-i-Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  111-112, London, 1984).

Bantuan Ilahi Bagi Nabi Besar Muhammad Saw.

       Di dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman mengenai munculnya kemudahan setelah menghadapi  kesulitan, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلَمۡ نَشۡرَحۡ  لَکَ صَدۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ وِزۡرَکَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡۤ  اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ ۙ﴿﴾  وَ رَفَعۡنَا لَکَ ذِکۡرَکَ ؕ﴿﴾  فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا ۙ﴿﴾  اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا ؕ﴿﴾  فَاِذَا  فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ ۙ﴿﴾  وَ اِلٰی  رَبِّکَ فَارۡغَبۡ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau,  dan Kami menghilangkan dari engkau beban engkau,   yang nyaris mematahkan punggung engkau?    Dan Kami meninggikan untuk engkau sebutan engkau. فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا --  Maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan, اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا --  Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan. فَاِذَا  فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ   -- Maka apabila engkau telah selesai tugas  lalu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, وَ اِلٰی  رَبِّکَ فَارۡغَبۡ  --    dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh.  (Al-Insyirah [94]:1-9).
      Ayat 2 sampai dengan ayat 4  merupakan gambaran lain  beratnya amanat syariat Islam yang didilaksanakan  oleh Nabi Besar  Muhammad saw., yang mengenai hal tersebut digambarkan bahwa seluruh langit, bumi dan gunung-gunung menolak dan takut untuk “memikulnya” (QS.33:73-74). Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:
   “Sulit membayangkan segala bencana dan kesulitan yang dialami Hadhrat Rasulullah Saw. selama 13  tahun pertama dalam kehidupan beliau di Mekkah. Hati kita menjadi gemetar membayangkannya. Semua kesulitan itu menunjukkan betapa tinggi keteguhan hati, belas kasih dan kebulatan tekad beliau. Beliau itu seolah gunung keteguhan yang tidak bisa digoyang oleh kesulitan macam apa pun. Tidak juga beliau mengendurkan sesaat pun pelaksanaan tugas beliau dan tidak juga beliau bersedih hati. Tidak ada kesusahan yang bisa melemahkan tekad beliau.
   Beberapa orang yang tidak mengerti bertanya, mengapa beliau harus menghadapi segala musibah dan kesulitan tersebut jika beliau memang benar kekasih dan pilihan Tuhan? Aku akan mengatakan kepada mereka,  bahwa air yang murni tidak akan didapat sebelum menggali tanah sedalam beberapa meter. Hanya dengan cara itulah dapat diperoleh air murni yang menjadi penopang kehidupan.
     Dengan cara yang sama maka kegembiraan di jalan Allah Yang Maha Kuasa hanya bisa diperoleh melalui keteguhan dan kekerasan hati di bawah kesulitan dan musibah. Mereka yang belum pernah mengalaminya tidak akan bisa membayangkan dan merasakan kegembiraan tersebut.
   Mereka tidak menyadari bahwa ketika Hadhrat Rasulullah Saw. harus mengalami segala penderitaan itu, sesungguhnya ada mata air kegembiraan dan kenyamanan yang meluap di hati beliau, sehingga keimanan dan keyakinan beliau kepada Tuhan dan kepada kecintaan Tuhan serta bantuan Ilahi menjadi lebih kuat.”  (Malfuzat,  jld. II, hlm.  307-309).
    Kemudian sehubungan dengan ayat فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا --  maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan, اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا --   Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan” (QS.94:6-7)  Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Apakah bukan suatu hal yang ajaib bahwa seorang anak yatim yang miskin, tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan, tidak terpelajar dan sendirian di tengah bangsa yang kaya di bidang keuangan, kekuatan militer dan intelektual, tetapi bisa membawa ajaran yang demikian cemerlang sehingga mampu membungkam semua orang dengan argumentasinya yang bersifat konklusif  (lengkap) dan bukti-buktinya yang nyata?
     Beliau menunjukkan kesalahan-kesalahan dari mereka yang dianggap sebagai filosof besar. Beliau telah memperlihatkan kekuasaan sedemikian rupa yang dapat menurunkan seorang penguasa dari tahtanya dan menaikkan seorang miskin sebagai penggantinya. Kalau ini bukan bantuan Ilahi, lalu apa namanya ini?
     Mungkinkah seseorang mampu mengalahkan seluruh dunia dalam penalaran, pengetahuan dan kekuatan tanpa bantuan Ilahi sama sekali? Siapakah yang menyertai Hadhrat Rasulullah Saw. ketika beliau pertama kali mengumumkan kepada bangsanya bahwa beliau adalah seorang nabi?
      Apakah ada pada beliau itu harta benda berupa kekayaan raja-raja yang bisa diandalkan dan digunakan untuk menghadapi seluruh dunia atau pasukan angkatan perang yang bisa mengamankannya dari serangan raja-raja lain? Bahkan para lawan kita juga mengakui kalau pada saat itu Hadhrat Rasulullah Saw. berdiri sendiri, tanpa daya dan tanpa memiliki apa pun. Hanya Tuhan saja Yang telah menciptakan beliau untuk tujuan mulia, dan Dia juga yang menjadi Sahabat dan Penolong beliau.” (Brahin-i-Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I. hlm. 119-120, London, 1984).

Nabi Besar Muhammad Saw. Lima Kali  Mengalami  Bahaya Maut

      Mengenai perlindungan Allah Swt. terhadap Nabi Besar Muhammad saw.  ketika bahaya maut  mengancam   beliau saw., Masih Mau’ud a.s. bersabda:
   “Dalam sejarah kehidupan beliau ada sebanyak 5 kali nyawa Hadhrat Rasulullah Saw. terancam secara serius, dimana jika beliau bukan seorang nabi Allah yang benar, pasti beliau sudah binasa karenanya.  Salah satunya adalah kejadian ketika kaum kafir Quraish mengepung rumah beliau dan bersumpah akan membunuh beliau malam itu juga.
  Kejadian kedua adalah saat para pengejar dalam jumlah besar tiba di mulut sebuah gua dimana di dalamnya beliau berlindung bersama Hadhrat Abu Bakar r.a..
     Kejadian ketiga ialah ketika beliau tertinggal seorang diri dalam perang Uhud dimana kaum Quraish mengepung beliau dan mencoba menyerang secara bersama namun mereka digagalkan dalam upayanya.
     Kejadian keempat ialah saat seorang wanita Yahudi memberikan kepada beliau sepinggan daging untuk dimakan yang sebelumnya telah dilumuri racun yang mematikan.
   Kejadian kelima adalah ketika Khusro Pervaiz, Kaisar Persia, bermaksud membinasakan beliau dan telah mengirimkan sejumlah utusan untuk menangkap beliau.
     Keselamatan beliau dari semua keadaan musibah tersebut serta kemenangan akhir beliau atas semua musuh-musuh, merupakan bukti yang meyakinkan bahwa beliau memang seorang yang bertakwa dan Allah Swt.  selalu beserta beliau.” (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld, XXIII, hlm.  263-264, London, 1984).
    
Kemuliaan Akhlak  Nabi Besar Muhammad Saw. Dalam   Kondisi Sempit dan Lapang

    Sehubungan dengan  “suri teladan terbaik” Nabi Besar Muhammad saw. yang dikemukakan  Allah Swt. dalam QS.33:22 Masih Mau’ud a.s. bersabda:
    “Nabi-nabi dan   orang-orang suci dibangkitkan Allah Swt.. agar manusia bisa  mencontoh perilaku akhlak mereka serta membimbing manusia  teguh di jalan yang benar sejalan dengan petunjuk Tuhan. Jelas bahwa mereka selalu memperlihatkan sifat-sifat akhlak yang mulia pada saatnya yang tepat, sehingga bisa dicapai tingkat efektivitas yang terbaik. 
      Sebagai contoh, sifat memaafkan adalah suatu hal yang patut dipuji,  ketika ia yang teraniaya lalu memiliki kekuatan (kemampuan)  untuk membalas dendam namun tidak dilakukannya. Kesalehan adalah sifat yang baik kalau dilaksanakan ketika seseorang memiliki segalanya untuk memuaskan dirinya.
   Rencana Tuhan berkaitan dengan para nabi dan orang-orang suci adalah agar mereka itu memperlihatkan dan menegakkan semua bentuk dari sifat-sifat akhlak yang mulia. Guna memenuhi rencana demikian maka Allah Swt.. membagi kehidupan mereka dalam dua bagian.
   Bagian pertama kehidupan mereka dilalui dalam kesengsaraan dan berbagai penderitaan dimana mereka itu disiksa dan dianiaya, melalui tahapan ini mereka akan memperlihatkan akhlak luhur yang hanya bisa dikemukakan pada saat keadaan sedang sulit. Bila mereka ini tidak diharuskan menjalani kesulitan yang besar maka sukar untuk menegaskan bahwa mereka benar-benar tetap setia kepada Tuhan-nya dalam segala kesulitan serta tetap  teguh maju terus dalam upayanya.
   Mereka bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa mereka telah dipilih-Nya sebagai sosok yang patut teraniaya di jalan Allah. Tuhan Yang Maha Agung mendera mereka dengan segala cobaan agar terlihat jelas bagaimana manifestasi keteguhan hati dan kesetiaan mereka kepada Tuhan mereka.
     Dalam hal ini sebagaimana dalam peribahasa, nyata bahwa keteguhan hati  (istiqamah) itu lebih tinggi nilainya daripada mukjizat (karamah). Keteguhan hati yang sempurna tidak akan terlihat jika tidak ada kesulitan besar yang dihadapi,  dan hanya bisa dihargai jika orang tahu bahwa yang bersangkutan memang telah mengalami goncangan yang dahsyat.
      Semua musibah tersebut merupakan berkat ruhani bagi para nabi dan orang-orang suci karena melalui hal itulah sifat-sifat mulia mereka yang tidak ada tandingannya menjadi nyata, dan derajat mereka akan ditinggikan di akhirat. Bila mereka tidak ada mengalami cobaan yang berat maka mereka tidak akan memperoleh berkat-berkat tersebut, tidak juga sifat mulia mereka menjadi tampak kepada umat manusia.
   Keteguhan hati, kesetiaan dan keberanian mereka tidak akan diakui secara universal. Mereka itu menjadi tiada tara dan tanpa tandingan serta demikian berani dan sempurna, sehingga masing-masing dari mereka itu sepadan dengan 1000  singa yang berada dalam satu tubuh atau 1000 harimau dalam satu kerangka.  Dengan cara demikian itulah kekuatan dan kekuasaan mereka menjadi suatu yang diagungkan dalam pandangan manusia, dan mereka mencapai tingkatan tinggi dalam kedekatan kepada Allah Swt..

Penampakan Akhlak Mulia Dalam Kondisi Lapang

    Bagian kedua dari kehidupan para nabi dan orang-orang suci adalah saat kemenangan, derajat mulia dan kekayaan dilimpahkan kepada mereka, dimana pada saat itu pun mereka akan memperlihatkan akhlak mulia mereka yang memang efektif pada saat mereka menggenggam kemenangan, kekayaan dan kekuasaan.
    Mengampuni mereka yang tadinya menyiksa, bersabar hati terhadap para penganiaya, mencintai musuh, tidak mencintai kekayaan atau bangga terhadapnya, membuka gerbang berkat dan kemurahan hati, tidak menjadikan kekayaan sebagai sarana pemuas diri, tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat penindasan, semuanya itu merupakan sifat-sifat mulia, dengan persyaratan bahwa yang bersangkutan memang sedang memiliki kekuasaan dan kekayaan.    Para nabi dan orang-orang suci itu malah akan memperlihatkan semua sifat mulia itu saat mereka telah memiliki kekuasaan dan kekayaan.
    Kedua bentuk sifat-sifat akhlak mulia tersebut tidak mungkin dimanifestasikan (diwujudkan) tanpa melalui tahapan kesulitan dan cobaan serta tahapan kekuasaan dan kemakmuran. Kebijaksanaan yang sempurna dari Allah Swt.  mengharuskan bahwa para nabi dan orang-orang suci diberikan kedua bentuk kesempatan tersebut,  yang sebenarnya merupakan realisasi ribuan berkat. Hanya saja urut-urutan dari kondisi demikian tidak akan sama bagi setiap orang.
       Kebijakan Ilahi menentukan bahwa beberapa orang akan mengalami periode kedamaian dan kenyamanan mendahului periode kesulitan, sedangkan pada yang lainnya dimulai dengan periode kesulitan sebelum datangnya pertolongan Tuhan. Dalam beberapa kejadian  kondisi demikian tidak terlalu jelas perbedaannya sedangkan pada yang lainnya dimanifestasikan secara sempurna.
     Berkaitan dengan hal ini, yang paling menonjol adalah Hadhrat Rasulullah Saw. karena kedua kondisi itu dikenakan secara sempurna atas wujud beliau sedemikian rupa,  sehingga sifat akhlak beliau menjadi bersinar cemerlang laiknya matahari, dan semua itu tercermin dalam ayat:
وَ  اِنَّکَ لَعَلٰی خُلُقٍ عَظِیۡمٍ ﴿۴﴾
Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak luhur  (Al-Qalam [68]:5).
      Jika dinilai bahwa Hadhrat Rasulullah Saw. adalah sempurna di dalam kedua bentuk sifat akhlak melalui pembuktian di atas, maka melalui itu dibuktikan juga keluhuran akhlak para nabi lainnya,  dan dengan demikian telah meneguhkan kenabian mereka, kitab-kitab yang mereka bawa serta kenyataan bahwa mereka semua adalah kekasih Allah Swt..  Pendapat ini memupus  keberatan sebagian orang akan akhlak Nabi Isa a.s. yang dianggap tidak cukup sempurna menghadapi kedua kondisi tersebut.  

Kemuliaan Akhlak Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tidak Teruji Secara  Lengkap Dalam Dua Kondisi yang Berbeda
 
    Memang benar bahwa Nabi Isa a.s. menunjukkan keteguhan hati dalam keadaan kesulitan, hanya saja bentuk kesempurnaan akhlak tersebut baru akan terlihat sempurna jika saja pada saat itu Nabi Isa memperoleh kekuasaan dan keunggulan di atas para penganiaya beliau dan beliau kemudian mengampuni mereka dari lubuk hati yang paling dalam, sebagaimana halnya perlakuan Hadhrat Rasulullah Saw. terhadap penduduk Mekah saat kota itu takluk kepada umat Muslim.
    Penduduk kota Mekah memperoleh pengampunan penuh kecuali beberapa orang yang ditetapkan Tuhan harus menjalani hukuman karena kejahatan mereka yang luar biasa. Hadhrat Rasulullah Saw. setelah mencapai kemenangan malah mengumumkan:
لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ
 Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.
    Karena adanya pengampunan demikian yang semula dianggap mustahil dalam pandangan para musuh beliau, dimana tadinya mereka merasa patut dihukum mati atas segala kejahatan mereka, maka beribu-ribu orang lalu baiat ke dalam agama Islam dalam jangka waktu bilangan jam saja.
      Keteguhan hati Hadhrat Rasulullah Saw. yang diperlihatkan dalam jangka waktu panjang di bawah penganiayaan mereka, di mata mereka menjadi cemerlang bercahaya seperti matahari. Sudah menjadi fitrat manusia bahwa keagungan dari keteguhan hati seseorang menjadi nyata saat yang bersangkutan mengampuni para penganiayanya ketika ia kemudian memperoleh kekuasaan di atas mereka. Karena itulah sifat luhur akhlak Nabi Isa a.s. di bidang keteguhan, kelemah-lembutan dan daya tahan tidak terlihat sepenuhnya sebab tidak jelas, apakah keteguhan sikapnya itu karena pilihan sendiri atau memang karena terpaksa.
    Nabi Isa a.s. tidak sempat memperoleh kekuasaan di atas para penganiaya beliau, sehingga tidak bisa dibuktikan apakah beliau memang kemudian akan mengampuni para musuhnya atau memilih mengambil pembalasan dendam atas diri mereka itu.   Berbeda dengan keadaan Nabi Isa a.s., sifat mulia dari Hadhrat Rasulullah Saw. telah diperlihatkan dalam ratusan kejadian dan kenyataannya bersinar terang seperti sang surya.
    Sifat-sifat seperti murah hati, welas asih, pengurbanan, keberanian, kesalehan, kepuasan hati atas apa yang ada serta menarik diri dari duniawi, semuanya itu jelas sekali pada sosok Nabi Suci Saw. dibanding dengan nabi-nabi lainnya. Allah Yang Maha Kaya menganugrahkan harta benda yang amat banyak kepada Hadhrat Rasulullah Saw. dan beliau membelanjakannya semua di jalan Allah dan tidak ada sekeping mata uang pun yang digunakan untuk kepuasan diri sendiri.
   Beliau tidak ada mendirikan bangunan megah atau istana untuk diri sendiri dan tetap saja hidup di sebuah gubuk tanah liat yang tidak berbeda dengan rumah kediaman umat yang paling miskin. Beliau berlaku welas asih terhadap mereka yang tadinya menganiaya beliau serta menolong mereka dengan daya sarana milik beliau sendiri. Beliau tinggal di sebuah gubuk tanah liat, tidur di lantai serta makan dari roti gandum yang kasar atau puasa jika tidak ada apa-apa.
     Beliau dikaruniai kekayaan dunia dalam jumlah amat besar tetapi beliau tidak mau mengotori tangan beliau dengan harta itu dan tetap memilih hidup miskin daripada kemewahan serta kelemah-lembutan daripada kekuasaan. Dari sejak hari pertama beliau diutus sampai dengan saat beliau kembali kepada Tuhan beliau di langit, beliau tidak pernah menganggap penting apa pun selain Allah Swt.  
     Beliau memberikan bukti keberanian, kesetiaan dan keteguhan hati di medan perang menghadapi ribuan musuh dimana maut mengintai selalu, semata-mata hanya karena Allah. Singkat kata, Allah Yang Maha Agung memanifestasikan sifat-sifat mulia beliau seperti welas asih, kesalehan, kepuasan atas apa yang ada, keberanian dan segala hal yang berkaitan dengan kecintaan kepada Allah Swt.  yang padanannya belum pernah ada pada masa sebelum beliau dan tidak akan pernah ada lagi setelah beliau.
  Berkaitan dengan Nabi Isa a.s., sifat akhlak mulia tersebut tidak jelas dimanifestasikan karena hal seperti itu baru akan nyata jika seseorang kemudian memperoleh kekayaan dan kekuasaan, dan hal itu tidak ada terjadi pada diri Nabi Isa a.s.. Pada keadaan beliau ini  kedua bentuk sifat akhlak tersebut tetap tinggal tersembunyi karena kondisi untuk manifestasinya tidak ada.
      Namun keberatan yang dianggap sebagai kekurangan pada diri Nabi Isa a.s. tersebut telah ditimbali dengan contoh sempurna dari Hadhrat Rasulullah Saw. karena contoh yang dikemukakan Nabi Suci Saw. telah menyempurnakan dan melengkapi kekurangan pada nabi-nabi lain, sehingga apa yang semula meragukan sekarang telah jadi jelas.
    Wahyu dan kenabian berakhir di sosok yang mulia ini karena semua keluhuran telah mencapai puncaknya dalam diri beliau. Semua ini merupakan rahmat Allah Swt.  yang dikaruniakan kepada siapa yang dipilih-Nya.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  276-292, London, 1984).

(Bersambung)

Rujukan:
The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Desember  2015